Khilafah ajaran Ahlussunnah Wal JamaahKhilafah Untuk Kebaikan IndonesiaMultaqo Ulama Aswaja - ManhajiNews

Ulama Aswaja Jawa Tengah Kritisi Sistem Demokrasi

Klaten – Jawa Tengah, (shautululama) – Majelis Taqarub Ilallah wilayah Klaten pada hari Ahad 26 Juni 2022 mengadakan acara Dirosah Siyasah Syar’iyah. Pada acara ini membedah sebuah kitab karya Syekh Abdul Qadim Zallum yang berjudul Ad Dimuqrothiyatu Nidhomu Kufrin (Demokrasi Sistem Kufur).

Sebagai pembedah buku tersebut, hadir sebagai narasumber KH Ainul Yaqin Pimpinan Ponpes Al Ukhuwah al Islamiyah Semarang. Adapun acara ini dihadiri oleh tidak kurang dari 80 orang ulama, asatidz dan juga tokoh masyarakat dari wilayah Soloraya.
.
Mengawali acara ini, KH Ahmad Faiz menyampaikan sambutannya : munculnya demokrasi di Eropa disebabkan karena kezaliman raja yang berkolaborasi dengan pihak agamawan. Pada waktu itu UU yang berlaku adalah UU raja, yang tentunya penuh dengan sikap otoritarianisme. Raja yang mendapat legitimasi pihak agamawan akan memberangus siapa saja yang berani berbeda pendapat dengan raja. Tidak sedikit para kaum cerdik pandai dan ilmuwan yang berseberangan dengan raja akan dipersekusi dan bahkan dieksekusi ditiang gantungan.

Dari setting sosio-historis inilah akhirnya demokrasi lahir. Trauma akan hegemoni raja yang berkolaborasi dengan pihak agamawan, kemudian muncul kesadaran para Filosof Barat abad pertengahan untuk mengeliminir pengaruh dan peran agama dalam kehidupan manusia.

Demokrasi lahir sebagai anti-tesis terhadap dominasi agama dan gereja terhadap masyarakat Barat. Semenjak itulah dicetuskan pembagian kekuasaan yang dikenal dengan trias politica, dimana kekuasaan dipegang oleh eksekutif, legislates dan yudikatif. Yang bertujuan agar keadilan akan terwujud.

Pada acara inti, KH Ainul Yaqin dalam pengantarnya mengatakan dengan tegas bahwa Demokrasi merupakan sistem kufur, dimana seorang muslim haram untuk mengambil, menerapkan dan mendakwahkannya.

Walaupun ada sisi kesamaan dengan islam, yaitu adanya suro atau musyawarah dalam pengambilan keputusan. Tapi bukan berarti bahwa Demokrasi sesuai dengan islam, karena landasan dan sumber dari demokrasi berbeda dengan islam.


Demokrasi bersumber dari manusia, akal menjadi hakim dalam memutuskan sesuatu.
Begitupun ketika menentukan baik dan buruk akan didasarkan pertimbangan akal manusia. Ini tidak mengherankan karena aqidah yang menjadi landasannya adalah pemisahan agama dari kehidupan dan memisahkan agama dari Negara.

Landasan ini diambil sebagai jalan tengah antara pihak gereja dengan filosof barat pada abad pertengahan, dimana agama tidak boleh ikut campur lagi dalam masalah kehidupan. Agama diletakkan di rumah ibadah dan hanya boleh mengurusi masalah private.

Ini jelas bertentangan islam, dimana baik-buruknya sesuatu harus didasarkan kepada syariat yang berasal dari Allah. Semua hukum yang berlaku wajib disesuaikan dengan ketentuan syara’, dan tidak boleh diambil dari mana pun kecuali hanya dari Syari’at Islam saja.

Artinya, hanya diambil dari wahyu yang terkandung dalam Kitabullah, Sunnah Rasul-Nya, dan apa-apa yang ditunjukkan oleh keduanya, yaitu Ijma’ Shahabat dan Qiyas, serta sama sekali tidak boleh diambil dari selain sumber-sumber tersebut. Sebab dalam hal ini Allah SWT telah memerintahkan kita untuk mengambil apa saja yang dibawa oleh Rasul SAW kepada kita dan meninggalkan apa saja yang dilarang oleh beliau.

KH Ainul Yakin juga menyoroti bahwa demokrasi sebenarnya adalah ide yang utopis. Ide bahwa pemerintahan adalah dari, oleh, dan untuk rakyat dan bahwa kepala negara dan anggota parlemen merupakan wakil dari kehendak rakyat dan mayoritas rakyat, faktanya tidaklah demikian. Rakyat dalam sistem demokrasi tidak mempunyai kekuasaan apapun. Mustahil seluruh rakyat menjalankan pemerintahan, sehingga rakyat harus diwakili oleh wakil-wakilnya di parlemen. Benarkah para anggota parlemen betul-betul mewakili rakyat dan membawa aspirasi mereka?

Ulama Aswaja - Manhaji

Media dakwah online ulama aswaja manhaji, menyeru kepada kebaikan

Related Articles

Back to top button