
Pesisir Selatan Jatim, (shautululama) – “Menolak aturan Allah sama dengan meludahi langit. Ludah akan jatuh ke muka sendiri. Aturan Allah yang justru mengandung maslahat bagi manusia malah dicampakkan diganti dengan aturan buatan manusia seperti demokrasi yang nyata kebobrokannya,” begitu ungkap Kyai Abu Inas, Pengasuh Majelis Taklim Selasan, Tulungagung dalam Liqa Syawal Ulama Aswaja Pesisir Selatan yang digelar Ahad (15/5/2023) lalu.
Fakta menyedihkan akibat penerapan demokrasi terjadi di negeri ini. Utang Indonesia per-April sudah tembus 7000 triliun. Pembangunan infrastruktur yang dibangga-banggakan adalah hasil dari utang. Sisi lainnya, jika berdasarkan standar kemiskinan Bank Dunia yaitu 5,5 dolar perhari atau 70 ribu perhari, 64 persen rakyat Indonesia jatuh dalam kemiskinan. Kyai Abu Inas juga memaparkan fakta lainnya, angka pengangguran akibat sulit mencari lapangan kerja juga terus meroket.
Kyai Abu Inas melengkapi penjelasannya, sebagian besar negara di dunia Islam menerapkan sistem demokrasi dalam berpolitik. Sementara, dalam ekonomi menerapkan kapitalisme sekuler. Keduanya setali tiga uang. Demokrasi sistem jadul yang muncul enam abad sebelum masehi. Karena, demokrasi adalah buah pikiran manusia, tentu produk aturannya juga bias manusia, dibuat untuk mengamankan kepentingannya.
Dalam kapitalisme sekuler, agama hanya sekadar ritual. Prinsipnya adalah _fashlud ad-din ‘anil hayah_, memisahkan agama dalam kehidupan. Jadi, jangan bawa-bawa agama (Islam) dalam kehidupan. Sistem ini menghalalkan segala cara untuk memenuhi hasrat kekuasaan.
_”Seculerism is an evil idiology_. Sekulerisme adalah idiologi setan. Fitrah dan akal manusia akan jungkir balik karena menganut sistem ini,” pungkas Kyai Abu Inas.
Diakhir penjelasan, Kyai yang kental dengan logat jawanya itu mengatakan sudah sewajarnya manusia harus mencampakkan sistem sekuler yang rusak itu. Lalu, menggantinya dengan sistem yang sesuai dengan fitrahnya, yaitu Islam. Sebuah sistem kehidupan yang pasti akan memberikan kemaslahatan dan keberkahan bagi manusia di dunia juga akhirat. (*)