
Pesisir, Jatim, shautululama.co – Perppu Ciptaker No. 2 Th 2022 dikeluarkan dengan alasan kondisi kegentingan yang memaksa. Hal ini diutarakan oleh koordinator bidang ekonomi Airlangga Hartarto bahwa Perppu Ciptaker tidak lepas dari resesi global dan kondisi perang dunia Rusia dan Ukraina.
Pada faktanya, sebelumnya presiden mengajukan RUU Ciptaker di DPR pada tanggal 5/02/2022. UU Ciptaker pun ditetapkan tanggal 5/10/2022. Namun, masyarakat menolak dan melakukan protes, khususnya buruh, beberapa fraksi DPR, hingga cendekiawan. Mahkamah Konstitusi (MK) pun mengeluarkan keputusan bahwa UU ciptaker inskonstitusional bersyarat pada tgl 25 November 2022. Pemerintah dan DPR diminta untuk segera melakukan revisi dalam 2 tahun.
“Pemerintah melakukan pembangkangan terhadap konstitusi dengan menerbitkan Perppu. Perppu ciptaker ini terjadi karena keadaan kepentingan mendesak oligarki. Buah demokrasi yang memaksa rakyat dengan sistemnya untuk melegalkan para wakil dan pemimpinnya menerapkan sistem sekuler. Dalam sistem demokrasi semua orang berhak membuat hukum. Pada faktanya, orang yang memiliki kekuasaan-lah yang bisa membuat hukum. Hukum buatan manusia pasti tidak ada keadilan,” tegas Ust. Kiswandi.
Terkait hukum, Ust. Yani Fathurrahman menyampaikan bahwa hukum Islam adalah hukum yang paling konsisten, yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat. Umat manusia di akhir zaman tinggal mencontohnya. Namun, nafsu membuat manusia justru membuat bermacam aturan dan meninggalkan Al Quran. “Syariat Allah adalah syariat yang paling Agung. Jika kita ingin menjadikan umat yang diridhoi Allah, kita harus tetap berpegang kepada syariat Allah,” tutur Ust Yani Fachurrahman.
Berbicara soal syariat, Ust. Sanusi menyampaikan bahwa Islam sebagai rahmat bagi alam terjadi sebagai akibat dari penerapan syariat Islam secara kaffah, yang akan mewujudkan kemaslahatan pada masyarakat. Kemaslahatan tersebut mencakup 8 hal, yaitu (1)) menjaga agama, (2) menjaga jiwa, (3) menjaga akal, (4) menjaga keturunan, (5) menjaga harta, (6) menjaga kehormatan, (7) menjaga keamanan, dan (8) menjaga negara. Kemaslahatan ini bisa dirasakan oleh seluruh manusia, baik muslim maupun kafir.
“Semua kemaslahatan itu tidak akan bisa terwujud, kecuali dengan penerapan syariat Islam secara kaffah. Sementara penerapan syariat Islam secara kaffah tidak akan bisa terlaksana, kecuali dengan khilafah. Oleh sebab itu, khilafah adalah satu-satunya sistem yang bisa menjamin terwujudnya kemaslahatan dan keadilan dalam masyarakat,” tegas Ust. Sanusi.
Di akhir pemaparan, Ust. Abu Tofa membacakan kesimpulan hasil kajian para ulama dalam pertemuan ini. Terdapat lima kesimpulan, sekaligus sebagai bahan rekomendasi bagi pemerintah dan rakyat Indonesia pada umumnya dan khususnya kepada umat Islam.