
Surabaya, (shautululama) – Ahad, 16 Januari 2022, telah berlangsung Multaqa Ulama Aswaja Surabaya dengan tatap muka, berkumpul bersama, berdiskusi menyikapi kriminalisasi penguasa terhadap ajaran Islam dan para ulama serta pengemban dakwahnya. Maka kami mengadakan acara multaqo Ulama Surabaya dengan mengambil tema Islam Mengharamkan Rezim Zalim, Yang Mengkriminalisasi Ulama dan Ajaran Islam
Pembacaan pernyataan sikap Ulama Aswaja Surabaya yang akan dibacakan Ust. Muthohir (Pembina MT. Marhamah).
PERNYATAAN ULAMA ASWAJA SURABAYA
“ ISLAM MENGHARAMKAN REZIM ZALIM, KRIMINALISASI ULAMA DAN AJARAN ISLAM ”
Keberadaan penguasa/pemimpin –(suatu negara)– di tengah-tengah rakyat adalah sebagai pelayan.
Nabi Muhammad saw bersabda:
سيد القوم خادمهم
“pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka”
Sebagai pelayan, penguasa/pemimpin bertanggung jawab terhadap (keamanan, keselamatan, kesejahteraan dan keadilan) rakyatnya.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رعيته
“Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya.” (HR Muslim).
Penguasa/pemimpin yang baik —yang bisa memberikan keamanan, keselamatan, kesejahteraan dan keadilan pada rakyatnya— bisa diukur dari hubungannya terhadap rakyatnya. Apabila antara penguasa/pemimpin dan rakyatnya saling mencintai dan saling mendoakan, maka pertanda bahwa penguasa/pemimpin tersebut adalah baik. Nabi saw bersabda:
خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذينَ تُحِبُّونهُم ويُحبُّونكُم، وتُصَلُّونَ علَيْهِم ويُصَلُّونَ علَيْكُمْ
”Sebaik-baik pejabat negara kalian adalah mereka yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka.” (HR Muslim)
Itulah kepemimpinan yang sangat didambakan rakyat.
Sebaliknya, Penguasa/pemimpin yang buruk —yang berlaku zalim pada rakyatnya— juga bisa diukur dari hubungannya dengan rakyatnya. Apabila antara penguasa/pemimpin dan rakyatnya saling membenci dan saling melaknat, maka pertanda bahwa penguasa/pemimpin tersebut adalah buruk atau zalim.
Nabi saw bersabda:
وشِرَارُ أَئمَّتِكُم الَّذينَ تُبْغِضُونَهُم ويُبْغِضُونَكُمْ، وتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ
“Seburuk-buruk pejabat negara (penguasa/pemimpin) kalian adalah mereka yang kalian benci dan mereka membenci kalian. Kalian melaknat mereka dan mereka juga melaknat kalian” (HR Muslim)
Namun, penguasa/pemimpin yang ada saat ini tidak benar-benar menjadi pelayan rakyat. Mereka (penguasa/pemimpin) terkesan memposisikan diri sebagai pedagang dan makelar alias calo, sedangkan rakyat diposisikan sebagai pembeli. Yang mereka (penguasa/pemimpin) inginkan adalah keuntungan dari “bisnis” pelayanan rakyat dan komisi dari “pemasaran” kebutuhan rakyat. Mereka (penguasa/pemimpin) tidak lagi merasa bertanggung jawab terhadap (kebutuhan, keamanan, keselamatan, kesejahteraan dan keadilan) rakyatnya. Karenanya, mereka (penguasa/pemimpin) dibenci bahkan dikutuk dan dilaknat oleh rakyatnya sendiri.
Bagaimana tidak dibenci oleh rakyat, lha wong di saat rakyat mengalami kesulitan ekonomi, harta mereka (penguasa/pemimpin) diberitakan mengalami peningkatan berlipat-lipat; di saat rakyat banyak yang menganggur, mereka (penguasa/pemimpin) malah memasukkan tenaga kerja asing (TKA); di saat rakyat menderita, tega-teganya dana bantuan untuk rakyat diembat; di saat rakyat berjibaku menyelamatkan diri dari musibah dan bencana, mereka (penguasa/pemimpin) berselfi-selfi ria, ada pula yang tebar pesona melalui baliho yang gede-gede; di saat rakyat tidak punya lahan –meski hanya sekedar untuk membuat gubuk–, mereka (penguasa/pemimpin) memberikan berjuta-juta hektar hutan kepada pengusaha; dan sebagainya.
Bukan itu saja, BUMN-BUMN terkesan sengaja dibangkrutkan; PLN diberitakan merugi, PT GARUDA INDONESIA juga dinyatakan merugi, dan lain-lain.
Bumi, air dan kekayaan alam yang ada di dalamnya –yang seharusnya dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat–, banyak dikuasai oleh (korporat) asing “secara legal” setelah dibuatkan payung undang-undang secara konspiratif.
Sementara itu, dengan alasan untuk menutupi defisit anggaran, mereka (penguasa/pemimpin) terus menerus mencari “bantuan luar negeri”, yang sejatinya adalah hutang. Beban tanggungan negarapun menggunung, yang sulit untuk dibayar. Akibatnya, pihak asing ikut cawe-cawe terhadap urusan dalam negeri; baik politik, ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan, bahkan urusan agama. Tentu saja hal itu akan mengancam kedaulatan negara.
Penguasa/pemimpin terkesan tidak melakukan evaluasi terhadap kesalahan dalam mengatur negara, kerusakan dalam mengelola sumber daya alam dan kekacauan dalam melayani rakyat. Yang dilakukan justru mencari kambing hitam; mengkriminalisasi agama (Islam) dan mempersekusi aktifisnya (ulama dan ormas). Agenda yang diprogramkanpun –deradikalisasi, moderasi agama, dll– tidak ada kaitannya sama sekali dengan problem yang dihadapi rakyat, bangsa dan negara.
Walhasil, penguasa/pemimpin saat ini terkesan menjadi rezim yang zalim; terkesan menjadi musuh Islam dan ulama; terkesan mengkriminalisasi ajaran Islam dan ulama.
Karenanya, kami para ulama dan habaib melalui Multaqa Ulama Uswaja Surabaya menyatakan:
1. Bahwa Islam melarang kezaliman, lebih-lebih kezaliman penguasa/pemimpin.
Dari Abu Dzar Al-Ghifary radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam hadits qudsi yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam riwayatkan dari Rabb-nya, bahwasanya Dia subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَاعِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا
“Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Akupun jadikan kezaliman itu diantara kalian sebagai sesuatu yang haram. Maka janganlah kalian saling menzalimi.” (HR. Muslim)
2. Bahwa terjadinya kezaliman adalah disebabkan oleh sistem yang diterapkan di negeri kita saat ini, yaitu sistem sekuler; yang tidak dibangun di atas dasar agama (Islam); dan dijalankan oleh orang-orang yang tidak kompeten. Nabi saw bersabda:
إِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ
قَالَ إِذَا أُسْنِدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ
فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Ada seorang sahabat bertanya; ‘bagaimana maksud amanat disia-siakan? ‘ Nabi menjawab; “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (HR. Bukhari)
3. Bahwa memusuhi ulama sama saja dengan memusuhi Allah SWT, Sebab ulama adalah kekasih (wali) nya Allah SWT.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla berfirman,
مَنْ عَادَى لِـيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْـحَرْبِ
“Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya” (HR. Bukhari)
4. Kezaliman terhadap ulama wajib dihentikan. Pemberlakuan Undang- Undang yang berat sebelah. Keras terhadap ulama, lunak terhadap pendukung rezim adalah bentuk kezaliman yang diharamkan.
Dipenjarakannya Habib Riziek Syihab, Habib Bahar bin Smith, Ust. Farid Akhmad Uqbah, Ust. Ahmad Zain An Najah, Ust. Hanung Al Hamat, Gus Nur, Ust. Ali Baharsyah. Bahkan lambatnya penanganan kasus KM-50 adalah tindakan zalim. Padahal aktifitas mereka hanyalah melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.
5. Bahwa hanya Islam –dengan Syariah dan Khilafah– yang akan bisa menciptakan keadilan, menghilangkan kezaliman dan memuliakan ulama.
6. Islam mewajibkan kepada seluruh umat untuk menegakkan Khilafah, satu-satunya sistem yang sah secara syar’i.
Semoga Allah SWT segera memberikan pertolongan-Nya kepada umat; tegaknya sistem islam, khilafah islamiyah dan munculnya pemimpin yang adil.
Kami, Atas Nama Para Ulama yang hadir pada
MULTAQO ULAMA ASWAJA SURABAYA
16 Januari 2022
Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.