
Tapal kuda, Jatim, (shautululama.co) – Sistem Khilafah merupakan solusi tuntas yang berlandaskan akidah untuk persoalan disintegrasi di wilayah-wilayah Indonesia. Pernyataan ini diserukan para ulama dalam kegiatan Multaqo Ulama Aswaja Tapal Kuda 1444 Hijriah yang bertajuk, โAncaman Disintegrasi Papua, Kabupaten Meranti Riau dan Lelang Kepulauan Widi Dalam Tinjauan Politik Islamโ. (Live Channel YouTube Bromo Bermartabat, Selasa, 27 Desember 2022)
Menanggapi polemik panas di Papua, Kiai Zainulloh Muslim, Mudir Pondok Tahfidz Al-Itqon, membeberkan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi disebabkan sistem kapitalisme yang mencengkram Indonesia. Kesejahteraan yang jauh dari kenyataan inilah yang menyuburkan ketidakpercayaan dan keinginan untuk lepas dari kesatuan wilayah Indonesia.
โNamun apa yang didapat rakyat Papua? Bahkan apa yang didapat dari negeri tercinta Indonesia, cuma sekian persen, ada yang mengatakan 3 persen, ada yang mengatakan cuma 1 persen. Kemudian ke mana kekayaan alam itu? Uang itu, hasilnya itu ke mana? Ternyata maโasyiral muslimin yang dirahmati Allah SWT, karena sistem kapitalisme sekuler yang memberikan hak pengelolaan kekayaan alam kepada pribadi, diprivatisasi kekayaan alam itu sehingga tidak dikelola oleh negara,โ ujar beliau.
โSeharusnya milik umum, menjadi milik umat, milik rakyat dan seharusnya dikelola negara untuk kepentingan rakyat. Sehingga jika ini terjadi, dikelola secara benar, tentu saja tidak ada sejengkal tanah yang memisahkan diri dari Indonesia. Jika pengelolaannya benar, pendistribusiannya benar kemudian memberikan kesejahteraan pada wilayah-wilayah yang memiliki sumber kekayaan alam tersebut,โ imbuh Kiai Sepuh Zainulloh Muslim.
โJika kita membandingkan ketika syariat Islam diterapkan secara kaffah di bawah bingkai kekhilafahan, maka khilafah dengan sekuat tenaga menjaga agar jangan sampai sejengkal tanah dari kekhilafahan kemudian memisahkan diri. Dan jika memisahkan diri itu namanya bughat dan khilafah, khalifah dalam hal ini akan memperjuangkan dengan mati-matian. Jadi berbeda sekali, kemudian khalifah ketika menjalankan syariat Islam tentu membawa kebaikan membawa kesejahteraan bagi umat, bagi rakyatnya, apakah itu umat Islam atau pun non Islam,โ tuturnya.
Selaras dengan penyampaian tersebut, Gus Ihsan Fadholi, Pengasuh Majelis Taklim Baitul Muhsinin, menyampaikan ironi kekayaan wilayah-wilayah Indonesia yang tidak berkolerasi dengan kesejahteraan penduduk, baik itu di Papua, Meranti dan lainnya.
โMasalah ini muncul tentu tidak lepas dari sistem yang menaungi aturan di negeri kita ini. Yang mana dalam pengelolaan sumber daya migas ini diatur dengan cara-cara yang khas kapitalisme, khas kapitalis liberal. Yang mana dalam pengelolaan sumber daya alam itu semuanya diserahkan pada pasar, diserahkan pada mekanisme pasar yakni tidak ada lagi pemisahan kepemilikan antara mana milik rakyat milik umat, mana milik negara dan mana milik individuโ, ungkapnya.
โDalam Islam sangat jelas Allah telah mengatur ada milik individu, ada milik umat, ada milik negara yang mana Migas dalam hal ini adalah milik umat yang dalam pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada swasta. Yang dalam pemanfaatannya sebagaimana pernah atau yang kita kaji dalam kitab-kitab, maka pemanfaatan Migas atau pun barang-barang milik umat yang lain itu adalah ada dengan dua cara yakni secara langsung. Umat memanfaatkannya yang memang bisa dimanfaatkan secara langsung misalnya padang gembala atau sumber-sumber air di tempat-tempat milik umat dan hal-hal yang lain,โ sambung penjelasan beliau.
Beliau juga memandang perlunya para petinggi Indonesia dan rakyat untuk mempertimbangkan sistem Islam dalam menyelesaikan problematika Indonesia khususnya ancaman disintegrasi dan ketidakadilan sistem ekonomi kapitalisme.