
Shautululama.co, Tapal Kuda Jatim – Sistem Kapitalisme Sekuler merupakan penyebab utama semakin maraknya ancaman disintegrasi di wilayah-wilayah Indonesia. Hal tersebut diungkapkan Kiai Sepuh Zainulloh Muslim dalam kegiatan Multaqo Ulama Aswaja Tapal Kuda 1444 Hijriah yang bertajuk, “Ancaman Disintegrasi Papua, Kabupaten Meranti Riau dan Lelang Kepulauan Widi Dalam Tinjauan Politik Islam” pada hari Selasa, 27 Desember 2022.
“Sebagaimana yang kita ketahui bersama tanggal 20 Mei tahun 2002 secara resmi Timor-Timur menjadi negara sendiri yang kemudian disebut dengan Timor Leste memisahkan diri dari Indonesia. Mereka berjuang lama sehingga pada akhirnya dilakukan referendum. Apakah selesai pada Timor-Timor? Ternyata tidak. Bagian dari wilayah negeri tercinta ini seakan-akan berlomba-lomba juga memisahkan diri dari negeri Indonesia. Papua, kemudian dulu kita kenal dengan Republik Maluku Selatan, ada juga di Aceh dan bagian-bagian lainnya,” kata Mudir Pondok Tahfidz dan TPQ Al-Itqon ini.
“Akar permasalahannya adalah daerah-daerah tersebut tidak sreg atau bahkan tidak nyaman, bahkan merasa kurang diperhatikan oleh pusat. Sementara mereka memiliki kekayaan alam, sumber daya alam yang melimpah. Yang jika dikelola dengan baik maka akan membawa kesejahteraan pada daerah itu, umumnya bagi seluruh rakyat Indonesia,” lanjut beliau.
Beliau menjelaskan sistem kapitalisme sekuler saat ini yang bercokol di Indonesia memberikan jalan bagi pribadi dan swasta memonopoli pengelolaan sumber kekayaan alam. Sehingga menyebabkan eksploitasi besar-besaran tanpa memberikan dampak peningkatan kesejahteraan pada penduduk sekitar dan rakyat Indonesia secara umum.
“Namun apa yang didapat rakyat Papua? Bahkan apa yang didapat dari negeri tercinta Indonesia, cuma sekian persen, ada yang mengatakan 3 persen, ada yang mengatakan cuma 1 persen. Kemudian ke mana kekayaan alam itu? Uang itu, hasilnya itu ke mana? Ternyata ma’asyiral muslimin yang dirahmati Allah SWT, karena sistem kapitalisme sekuler yang memberikan hak pengelolaan kekayaan alam kepada pribadi, diprivatisasi kekayaan alam itu sehingga tidak dikelola oleh negara,” ungkap beliau.
Menurut beliau, sistem Islam memberikan solusi dan pengelolaan sumber daya alam yang baik dan adil dalam pendistribusiannya. Swasta dan asing diharamkan untuk memiliki SDA dan sektor-sektor strategis bagi manusia. SDA harus dikelola oleh negara, dan seluruh hasilnya untuk kepentingan dan kebutuhan rakyat.
“Seharusnya milik umum, menjadi milik umat, milik rakyat dan seharusnya dikelola negara untuk kepentingan rakyat. Sehingga jika ini terjadi, dikelola secara benar, tentu saja tidak ada sejengkal tanah yang memisahkan diri dari Indonesia. Jika pengelolaannya benar, pendistribusiannya benar kemudian memberikan kesejahteraan pada wilayah-wilayah yang memiliki sumber kekayaan alam tersebut,” imbuh yai Sepuh Zainulloh Muslim.
“Jika kita membandingkan ketika syariat Islam diterapkan secara kaffah di bawah bingkai kekhilafahan, maka khilafah dengan sekuat tenaga menjaga agar jangan sampai sejengkal tanah dari kekhilafahan kemudian memisahkan diri. Dan jika memisahkan diri itu namanya bughat dan khilafah, khalifah dalam hal ini akan memperjuangkan dengan mati-matian. Jadi berbeda sekali, kemudian khalifah ketika menjalankan syariat Islam tentu membawa kebaikan membawa kesejahteraan bagi umat, bagi rakyatnya, apakah itu umat Islam atau pun non Islam,” pungkasnya.