Tulungagung, Jatim -shautululama.co – “Pajak (dharibah) adalah harta yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada kaum muslim untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran, yang diwajibkan atas mereka pada kondisi di Baitul Mal kaum Muslim tidak ada harta.”
Demikian penjelasan KH dr Ali Syafiudin, Pengasuh MT Mata Hati, Tulungagung, dalam paparan materinya di acara Multaqo Ulama Aswaja Pesisir Selatan pada Sabtu malam (20/5/2023) dengan tema acara “Pajak adalah Instrumen Sistem Ekonomi Kapitalis untuk Memalak dan Menyengsarakan Rakyat”.
Dalam pemaparan makalahnya yang berjudul Pajak dalam Pandangan Islam, Kyai Ali Syafiuddin menerangkan bahwa negara Islam memiliki sumber pemasukan kas secara rutin, yaitu dari anfal atau ghanimah, fa’i, kharaj, jizyah, ‘usyur, dan harta milik umum yang dialihkan menjadi milik negara. Semuanya cukup untuk membiayai kebutuhan yang diwajibkan atas Baitul Mal. Pada kondisi itu, negara tidak memerlukan pungutan pajak atas kaum muslim.
Syara’ juga telah menetapkan kewajiban pembiayaan atas berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang wajib dipenuhi Baitul Mal. Jika harta di Baitul Mal kosong atau tidak mencukupi, kewajiban pembiayaan kebutuhan tersebut beralih kepada kaum muslim. Saat itu negara belum memberlakukan pajak dan negara menganjurkan kaum muslim untuk ber-infaq. Jika dari infaq kaum muslim mencukupi, pajak tidak diberlakukan. Namun, jika infaq tidak mencukupi, negara memberlakukan pajak.
Adapun kebutuhan dan pos pengeluaran yang wajib dipenuhi oleh Baitul Mal antara lain: pertama, pembiayaan jihad; kedua, pembiayaan industri militer dan industri untuk jihad; ketiga, pembiayaan untuk fakir, miskin, Ibnu Sabil, dan lain-lainnya; keempat, pembiayaan untuk gaji para tentara, para pegawai negeri, para hakim, dan lain-lainnya; kelima, untuk kemaslahatan yang sangat dibutuhkan; dan yang keenam, bencana alam.
“Pajak hanya untuk menutupi kekurangan biaya terhadap berbagai kebutuhan dan pos pengeluaran yang wajib, sampai terpenuhi. Setelah terpenuhi, pajak harus dihentikan,” terang Kyai Ali Syafiudin.
Selain itu, Kyai Ali Syafiudin juga menegaskan bahwa pajak hanya dibebankan pada kaum muslim yang mempunyai kelebihan harta untuk menutupi kebutuhan pokok dan pelengkap dengan cara yang ma’ruf.
Multaqo Ulama Aswaja Pesisir Selatan ini dibuka dengan sambutan dari sahibul hajat, yaitu Kyai Abu Thofa, Pengasuh MT Malam Jumat-Tulungagung.
Acara dilanjutkan dengan pemaparan makalah oleh Kyai Imam Mahmudi, Pengasuh MT Malam Ahad-Tulungagung; Kyai Azis Shalahuddin, Pengasuh MT Islam Kaffah-Tulungagung; serta KH dr Ali Syafiuddin, pengasuh MT Mata Hati-Tulungagung.
Acara diakhiri dengan pembacaan hasil kajian oleh Kyai Imam Mahmudi dan pembacaan doa oleh KH dr Ali Syafiudin. Diantara poin hasil kajian yang dibacakan yaitu kedudukan pajak dalam negara Islam atau Daulah Khilafah Islamiyah bukan sebagai sumber pemasukan negara. Namun, pajak hanya pelengkap ketika situasi Baitul Mal membutuhkan sumber alternatif pemasukan. Itu pun hanya berlaku bagi warga negara yang muslim dan yang kaya saja.
Prinsip ekonomi dalam negara Khilafah Islamiyah adalah memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan pokok, pangan, sandang, dan papan setiap warga negara, baik muslim maupun non muslim. Selain itu, mencakup terpenuhinya kebutuhan dasar, pendidikan, kesehatan, dan keamanan seluruh rakyat.
Sistem ekonomi Islam yang diterapkan dan dilaksanakan oleh negara Khilafah Islamiyah akan mengantarkan terwujudnya rahmatan lil alamin, kesejahteraan, kemakmuran, kebahagiaan, keamanan, kesentosaan, serta keadilan, dan lain-lain.
Oleh karenanya, sudah saatnya negara Khilafah Islamiyah ditegakkan, sebuah negara adidaya atau daulah yang akan menerapkan dan melaksanakan sistem ekonomi Islam yang akan merealisasikan terwujudnya rahmatan lil alamin. (Rch/DK)