
Madura, Jatim (shautululama) – Mencermati perkembangan dinamika politik keumatan dalam sistem politik saat ini (baca: demokrasi) yang penuh dengan persoalan sistemik wabilkhusus penderitaan ekonomi yang mendera rakyat di negeri muslim terbesar dunia.
Diantaranya ditunjukkan oleh kelangkaan dan mahalnya minyak goreng, yang merupakan salah satu kebutuhan pokok sangat penting. Dalam kerangka pikir di atas, Forum Komunikasi Ulama (FKU) Aswaja Jawa Timur menyampaikan Kajian dan Sikap dalam Majlis Buhuts Al Islamiyah pada hari Ahad (27/03) lalu, bertempat di PP Al Muntaha Bangkalan Madura.
Para Ulama dari berbagai penjuru Jawa Timur yang hadir diantaranya:
- KH. Toha Cholili, PP. Al Muntaha Bangkalan Madura
- Kyai Asrofi PP. Darunnajah – Banyuwangi
- Kyai Asrori Muzakki – PP. Kayyisul Ummah Mojokerto
- KH. Misbah Halimi – FKU Aswaja Jombang
- Kyai Sepuh Zainullah Muslim Pondok Tahfidz Al Itqon – Pasuruan
- KH. dr. Muhammad Ali Syafiudin – FKU Aswaja Tulungagung
- KH. Aslam Mudhoffir – FKU Aswaja Lamongan
- Kyai Muhammad Alwan – FKU Aswaja Malang
- Kyai Abdurrahman Salam, PP. Al Anwar – Mojokerto
- Kyai Luqman Haris, PP. Darussalikin – Sumenep
- KH. Ali Fadhil, PP. At Taufiq – Pamekasan
- Kyai Ali Salim, PP. Al Ishlah Bringin – Pamekasan
- KH. Abdullah Amroni, PP. Kyai Sekar Al Amri Leces – Probolinggo
- KH. Abdul Halim, FKU Aswaja Tuban
- KH. Ahmad Rifa’i, PP. Rahmatal Lil Alamin Tuban
- KH. Achmad Musta’in Syafi’i, Sekjen PUI Kediri
- KH. Muhammad Nizar Ma’ruf, FKU Aswaja Jombang
- KH. Abdul Kholiq, FUIB Surabaya
- KH. Ahmad Djauhari, MT. Al Hikam, Kediri
- Kyai Abdul Fattah, MT. Al Fattah, Nganjuk
- Kyai Joko Santoso, PP. Al Muhlisin, Mojokerto
- Kyai Suprayogi, MT. An Nasr Surabaya
- KH. Kamil Sulastita, PP. Al Kamil Surabaya
- KH. Jufri Ali, MT Al Hikmah Blitar
- KH. Luqman Hakim, MT. Qolbun Salim Malang
- KH. Muhammad Yasin, PP. Al Fattah – Jember
- KH. Masduqi, Kab. Malang
- Kyai Ngaturi, MT. Al Hamzah – Kab. Malang
dan ratusan ulama lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Menurut Shohibul Hajat KH Heru Ilyasa, berkumpulnya para ‘ulama dalam Majlis Buhuts Al Islamiyah bukan tanpa alasan.
Dalam paparan pembahasan para ‘ulama menyampaikan bahwa diduga kuat, terjadinya kelangkaan minyak goreng tersebut adalah suatu kesengajaan. Tujuannya, bisa jadi bersifat ekonomi, untuk meraih keuntungan; dengan cara menimbun lalu diedarkan kembali dengan harga yang jauh lebih mahal. Bisa pula bersifat politis, untuk meraih target-target tertentu. Mungkin juga semata-mata menciptakan kesulitan di tengah-tengah masyarakat, agar masyarakat tetap bisa diekploitasi.
Oleh karena itu, kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng (juga barang kebutuhan pokok lainnya) harus ditolak karena merupakan bagian dari praktek penimbunan barang, yang berbahaya, menimbulkan bahaya dan merupakan bagian dari jalan penguasaan orang-orang kafir dan munafiq atas orang-orang mukmin. Dan semua itu hukumnya dalam Islam adalah haram.
Alasan lain seperti yang disampaikan oleh KH Thoha Cholili, berdasarkan fakta bahwa demokasi merupakan pemerintahan yang dibentuk dalam rangka menjalankan kehendak rakyat. Rakyat adalah pemilik kedaulatan; rakyatlah (melalui wakil-wakilnya) yang menetapkan hukum (yang berisi perintah dan larangan, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh). Rakyatlah yang menetapkan sesuatu itu halal (boleh) dan sesuatu yang lain haram (tidak boleh).
Dalam pandangan Islam hal ini tidak boleh (haram). Maka mengabaikan, merampas hak-hak rakyat dan mengkhianati amanat rakyat merupakan kedhaliman. Dan inipun diharamkan oleh Islam.
Karena itu, demokrasi harus ditinggalkan karena hak menetapkan hukum dalam demokrasi ada pada manusia, bukan hak Allah SWT; karena demokrasi akan menjadi sumber dan pangkal lahirnya kedhaliman. Dimana semua itu hukumnya haram.
KH Asrori Muzakki dalam majelis al-buhuts tersebut menjelaskan bahwa kemaksiatan atau perbuatan dosa akan mengakibatkan terjadinya kerusakan (fasad). Penerapan hukum dan undang-undang produk manusia serta diabaikannya hukum dan undang-undang yang telah ditetapkan oleh Allah SWT (syariat Islam) merupakan kemaksiatan atau perbuatan dosa.
Masih menurut Kyai Asrori, bertaubat, –kembali taat terhadap perintah dan larangan Allah SWT– adalah kewajiban dan meninggalkan penerapan undang-undang produk manusia, kemudian menerapkan hukum dan undang-undang yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, yaitu syariat Islam secara kaffah merupakan wujud tobat yang sesungguhnya (taubatan nashuha).
Oleh karena itu, melakukan perubahan menuju kehidupan Islam dalam institusi khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah hukumnya wajib, tutup beliau dalam kalamnya.